Amanat dari legenda pulau kemaro

Gundana

ir serta tetumbuhan hijau. Banjir selalu mendatangkan banyak dampak-dampak buruk bagi kita.Banjir juga dapat kita cegah. Caranya dengan tidak membuang sampah sembarangan, selalu melakukan reboisasi, dan banyak lainnya. seharusnya masyarakat juga sadar akan hal-hal tersebut. sebenarnya, masyarakat juga kewalahan untuk mengatasi banjir, maka dari itu masyarakat harus sadar betapa pentingnya menjaga lingkungan. Banjir ini skala kerusakannya tergantung dari situasi dan kondisi, bisa sangat besar, namun juga bisa biasa-biasa saja atau tidak terlalu besar. Meski begitu, kita harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya bencana banjir bandang ini, karena yang namanya bencana pasti merugikan dan menyebabkan kerugian bagi warga.Akibatnya, mampu merendam dan merusak jalan raya, jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah, dan kanal. Kerugian dari segi harta dan jiwa manusia merupakan dampak lain dari terjadinya banjir.sebagai warga negara yang baik, sebaiknya kita harus terus melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan dan kesehatan kita. Kita harus selalu mementingkan keselamatan diri sendiri dan orang lain.tentukan kaidah kebahasaan (istilah, adjektiva, afiksasi, verba, pronomina, konjungsi) pd teks trsbt ​

Di Palembang, Sumatera Selatan, terdapat sebuah cerita legenda tentang Pulau Kemaro. Pernahkah kamu mendengar tentangnya? Kalau belum, langsung simak ulasan yang telah kami siapkan di bawah ini!

Indonesia kaya akan cerita rakyat dari setiap daerahnya, termasuk Sumatera Selatan. Salah satu cerita yang paling terkenal dari Palembang adalah legenda kemunculan Pulau Kemaro.

Melalui kisahnya, kamu bisa mengetahui latar belakang di balik banyaknya perbedaan budaya di Kota Pempek itu. Apalagi, kini Pulau Kemaro menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi di Palembang.

Kira-kira seperti apa cerita legenda Pulau Kemaro di Palembang itu, ya? Daripada penasaran, langsung saja simak ulasan yang telah kami siapkan berikut ini!

Cerita Legenda Pulau Kemaro dari Palembang

Pintu Gerbang

Pada zaman dahulu kala, ada seorang putri yang cantik dan baik hati di Kerajaan Sriwijaya. Nama dari putri tersebut adalah Siti Fatimah. Kebaikan dan kecantikannya membuat tak ada satu pun pria yang berani melamar sang putri. Belum lagi, sang raja menginginkan putrinya menikah dengan seorang laki-laki keturunan bangsawan.

Suatu hari, datanglah seorang pemuda dari kerajaan di Negeri Cina. Pria bernama Tan Bun An itu berniat untuk berdagang di Kerajaan Sriwijaya. Sebelum berniaga, ia pun menghadap paduka raja.

“Paduka, perkenalkan hamba adalah Tan Bun An. Kedatangan hamba kemari adalah untuk berdagang. Hamba mohon izin agar Paduka memperkenankan hamba tinggal dan berdagang di sini,” pinta Tan Bun An.

Raja yang terkesima dengan kesantunan sang pemuda pun memberikan izinnya. Selain itu, raja juga memberikan syarat agar Tan Bun An membagikan sebagian keuntungannya untuk kerajaan. Syarat tersebut disetujui oleh Tan Bun An.

Pertemuan dengan Putri

Dengan persetujuan sang raja, Tan Bun An mulai berdagang dan tinggal di Kerajaan Sriwijaya. Secara rutin ia datang ke istana untuk menyerahkan sebagian keuntungan yang ia dapatkan.

BACA JUGA:   Memukau 13 Wisata Wisata Sejarah Penjara Bung Hatta

Hingga pada suatu hari, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Siti Fatimah di dalam istana. Sama seperti pemuda lainnya, Tan Bun An langsung jatuh cinta pada sang putri. Namun, yang tak terduga, sang putri rupanya juga memiliki perasaan yang sama.

Mereka berdua pun semakin sering bertemu. Tan Bun An semakin bersemangat berdagang agar bisa memberikan sebagian hasil dagangannya sekaligus bertemu dengan Putri Siti Fatimah. Setelah beberapa saat, mereka akhirnya menjalin hubungan kasih.

Suatu saat, sang pedagang dari Tiongkok itu mendatangi raja untuk meminta restu. “Paduka, kedatangan hamba menghadap kali ini adalah untuk mengutarakan keinginan hamba meminang Putri Siti Fatimah menjadi istri,” ucap Tan Bun An.

Awalnya, Raja Sriwijaya sempat merasa ragu. Ia mengetahui kalau Tan Bun An adalah seorang putra mahkota dari sebuah kerajaan besar di Tiongkok, tapi ia tak ingin menyerahkan putrinya dengan begitu saja.

“Aku tahu kamu adalah pemuda yang baik, Tan Bun An,” ucap sang raja, “Aku tak keberatan menikahkan putriku denganmu. Namun, kamu harus menyediakan sembilan guci berisi emas sebagai jaminan.”

Tan Bun An pun menyetujui dan menyanggupi persyaratan tersebut. Tanpa menunggu waktu lama, ia langsung menghubungi kedua orang tuanya di Negeri Tiongkok untuk memohon restu dan meminta tolong dikirimi guci berisi emas.

Kedua orang tua Tan Bun An pun memberikan restu mereka. Sayangnya, mereka tak bisa menghadiri pesta pernikahan tersebut. Walaupun begitu, mereka tetap berjanji akan mengirimkan utusan kerajaan untuk mengantarkan sembilan guci berisi emas ke Kerajaan Sriwijaya.

Baca juga: Kisah Hikayat Si Miskin dan Ulasan Lengkapnya yang Mengandung Nilai-Nilai Bijak Kehidupan

Guci Berisi Sawi Busuk

Guci Emas

Para utusan dari Negeri Tiongkok pun berangkat menuju Kerajaan Sriwijaya dengan membawa sembilan guci berisi emas. Demi melindungi emas yang ada di dalam guci dari para perompak, mereka meletakkan sayur sawi di atas emasnya. Sehingga jika dilihat sekilas, guci tersebut seolah penuh dengan sayuran sawi.

Ketika kapal tersebut sampai di Pelabuhan Sriwijaya, Tan Bun An yang tidak sabaran langsung masuk ke dalam kapalnya. Ia ingin segera mengambil emas-emas tersebut agar bisa meminang Putri Siti Fatimah.

“Di mana guci-guci berisi emas itu?” tanya Tan Bun An pada utusan dari Tiongkok. “Di dalam kabin kapal, Tuan!” jawab sang utusan.

Tan Bun An langsung masuk ke dalam kabin yang dituju dan mengecek guci-gucinya. Namun, bukan main terkejutnya ia ketika jsutru mendapati guci-guci tersebut berisi sayur sawi yang telah membusuk.

“Kenapa isinya sawi yang membusuk? Aku jadi malu kepada calon mertuaku!” ucap Tan Bun An panik.

Kekesalan Berujung Penyesalan

Tanpa berpikir panjang, ia langsung membuang guci tersebut satu persatu ke Sungai Musi. Ketika akan membuang guci terakhir, mendadak kakinya tersandung sehingga membuat guci di tangannya terjatuh dan isinya tumpah. Saat itu, barulah Tan Bun An melihat emas-emas yang keluar dari dalam guci tersebut. Ia pun baru tersadar kalau sedari tadi ia salah sangka.

Penyesalan langsung muncul di dalam hati pemuda Tiongkok itu. Tanpa berpikir panjang ia melompat ke dalam sungai untuk mencari guci yang telah ia buang. Beberapa pengawal yang melihat hal tersebut mengikuti Tan Bun An dan menyelam ke dalam Sungai Musi.

Siti Fatimah yang tadinya hanya melihat dari jauh langsung berlari ke pinggir Sungai Musi dan menunggu sampai calon suaminya itu muncul. Namun, hingga sore hari menjelang, Tan Bun An dan para pengawalnya tak terlihat batang hidungnya sama sekali.

Karena semakin khawatir, Putri Siti Fatimah mengajak beberapa dayangnya untuk membantu mencari Tan Bun An dengan cara melompat ke dalam Sungai Musi. Sebelum melompat, ia berpesan kepada beberapa dayangnya yang lain.

BACA JUGA:   10 Foto Goa Nenek Pulao Foto Yang Menakjubkan

“Jangan cari aku sampai aku kembali. Dan jika nanti kalian melihat ada timbunan tanah yang muncul di permukaan sungai, itu artinya aku sudah mati!” ucapnya sambil menceburkan diri ke dalam sungai.

Menjadi Pulau Kemaro

Peta

Sesudahnya, tak ada seorang pun yang kembali ke permukaan sungai. Beberapa hari kemudian, muncullah timbunan tanah menyerupai gundukan di tepi Sungai Musi. Semakin hari, gundukan tersebut menjadi semakin lebar hingga membentuk sebuah pulau.

Di salah satu bagian pulau tersebut, terdapat sebuah gundukan tanah yang agak besar bersama dua gundukan lain yang lebih kecil. Masyarakat sekitar mempercayai kalau gundukan tersebut adalah makam Putri Siti Fatimah bersama dayang-dayangnya yang ikut masuk ke laut.

Gundukan tanah yang membentuk pulau tersebut kini disebut sebagai Pulau Kemaro yang memiliki arti Kemarau. Nama tersebut dipilih karena kabarnya pulau tersebut tak pernah tergenang sedikit pun meski ketinggian air di Sungai Musi tengah meningkat.

Baca juga: Legenda Roro Mendut dan Ulasannya, Kisah Seorang Wanita Cantik Bernasib Tragis

Unsur Intrinsik Cerita Legenda Pulau Kemaro dari Palembang

Cerita Legenda Pulau Kemaro Palembang - Pagoda

Setelah membaca cerita legenda Pulau Kemaro di Palembang, kini kamu bisa mengulik beberapa unsur intrinsiknya. Berikut ulasannya:

1. Tema

Tema atau inti ceritanya adalah tentang kesabaran dan ketelitian. Jika saja Tan Bun An lebih teliti mengecek gucinya, maka ia tak perlu menyesal membuang guci-gucinya ke Sungai Musi.

2. Tokoh dan Perwatakan

Ada satu tokoh utama yang disebutkan dalam cerita legenda Pulau Kemaro ini, yaitu Tan Bun An. Ia memiliki sifat yang tidak teliti dan tidak sabaran. Hal tersebut bisa terlihat ketika ia langsung membuang seluruh guci di kapal tanpa mengecek isinya terlebih dahulu.

Meskipun begitu, pemuda Tiongkok tersebut juga memiliki sifat positif, yaitu penyayang dan bertanggung jawab. Buktinya, ia langsung menghadap Raja Sriwijaya untuk melamar Putri Siti Fatimah.

Selain itu, ada beberapa tokoh pembantu yang turut serta mewarnai kisahnya, yaitu Raja Sriwijaya yang bijaksana dan Putri Siti Fatimah yang sangat menyayangi Tan Bun An hingga rela mengorbankan nyawanya sendiri.

3. Latar

Kisah legenda Pulau kemaro ini menyebutkan beberapa latar tempat. Di antaranya adalah Istana Sriwijaya dan kapal yang bersandar di Pelabuhan Sungai Musi. Sementara latar waktu yang disebutkan adalah pagi hari, siang hari, dan sore hari.

4. Alur

Alur cerita legenda pulau kemaro ini menggunakan alur maju. Kisahnya bermula dari kedatangan Tan Bun An ke Kerajaan Sriwijaya untuk berdagang. Ketika bertemu dengan Putri Siti Fatimah, ia langsung terpesona akan kecantikannya dan berniat meminangnya. Persyaratan dari sang raja pun ia sanggupi.

Sayangnya, karena tidak teliti, sembilan guci yang menjadi syarat sang raja justru ia buang ke Sungai Musi. Ketika menyadari kalau guci yang ia buang itu berisi emas, ia pun menyesali perbuatannya dan menyelam untuk mengambil guci-guci tersebut. Tak lama kemudian, Putri Siti Fatimah pun menyusul calon suaminya dengan menyelam ke Sungai Musi dan tak pernah kembali ke permukaan.

5. Pesan Moral

Ada sebuah amanat atau pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita legenda Pulau Kemaro ini. Yaitu kamu harus teliti dalam menjalani kehidupan. Tak perlu terlalu terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan atau menilai sesuatu. Perhatikan dan pelajari dengan baik, agar tak ada penyesalan yang nantinya kamu rasakan, sama seperti yang dirasakan oleh Tan Bun An sebelum menyelam ke Sungai Musi.

Selain intrinsik, dalam cerita legenda Pulau Kemaro dari Palembang ini juga bisa ditemukan unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah nilai moral, sosial, dan budaya yang sesuai dengan masyarakat di sekitar Kota Pempek itu.

BACA JUGA:   Wisata edukasi anak di jabodetabek

Baca juga: Cerita Rakyat Asal-Usul Gunung Semeru Beserta Ulasan Menariknya

Fakta Menarik tentang Cerita Legenda Pulau Kemaro dari Palembang

Cerita Legenda Pulau Kemaro Palembang - Kisah di Batu

Cerita legenda Pulau Kemaro dari Palembang ini memiliki beberapa fakta menarik, lho. Kira-kira apa saja ya? Langsung saja simak ulasannya di bawah ini, yuk!

1. Kisahnya Digambarkan di Pagoda Pulau Kemaro

Pulau Kemaro merupakan delta atau daratan yang membentuk pulau di tengah Sungai Musi. Pulau Kemaro yang dianggap keramat dan memiliki misteri itu dihuni oleh beberapa ratus orang saja. Di pulau tersebut, terdapat banyak situs destinasi wisata sejarah. Di antaranya adalah pagoda, makam penunggu pulau, kelenteng, pohon cinta, dan tempat pembakaran uang kertas.

Dari berbagai tempat tersebut, salah satu yang paling terkenal adalah pagoda. Menariknya, pada sisi-sisi lantai dasar bangunan pagoda tersebut, terdapat cerita yang menggambarkan legenda tragedi terbentuknya Pulau Kemaro. Sayangnya, hanya pengunjung yang ingin berdoa saja yang diperbolehkan masuk ke pagoda tersebut.

Kalau kamu ingin mengetahui ceritanya secara langsung, selain digambarkan di dalam pagoda, legenda Pulau Kemaro ini juga dituliskan di sebuah batu di samping Kelenteng Hok Tjing Rio.

2. Makam di Pulau

Seperti yang sudah disebutkan di dalam cerita, terdapat sebuah makam besar dan dua makam kecil di Pulau Kemaro. Lebih tepatnya, makam tersebut terletak di depan Kelenteng Dewi Kwan Im. Namun, ada banyak versi berbeda yang menyebutkan makam siapakah itu sebenarnya.

Beberapa sumber menyebutkan kalau ketiga makam tersebut milik Putri Siti Fatimah dan kedua dayangnya yang menyeburkan diri ke Sungai Musi. Sementara sumber lainnya meyakini kalau makam tersebut miliki Tan Bun An, Siti Fatimah, dan salah satu pengawal mereka.

3. Ada Versi Cerita yang Berbeda

Kisah cinta antara Tan Bun An dan Putri Siti Fatimah ini rupanya memilikiversi lain yang agak berbeda. Namun, perbedaannya tak terlalu banyak dan inti ceritanya masih tetap sama.

Yang membedakannya dengan versi lain, dikisahkan Tan Bun An mengajak Siti Fatimah ke dataran Tiongkok untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Setelah beberapa lama, mereka kembali ke Palembang dan dibawakan tujuh guci berisi emas.

Ketika sampai di Sungai Musi, Tan Bun An berniat melihat emas-emasnya, tapi terkejut ketika mendapati sawi asin yang ada di dalam gucinya. Karena kesal, ia langsung membuang guci tersebut ke sungai.

4. Pulau Cinta

Bagi warga setempat, Pulau Kemaro memiliki sebutan lain, yaitu Pulau Cinta. Hal tersebut didasari atas latar belakang munculnya pulau di tengah Sungai Musi itu, yaitu atas dasar cinta Tan Bun An dan Putri Siti Fatimah.

Menariknya, jika ada warga keturunan Tiongkok-Indonesia yang berniat untuk menikahi seorang pribumi, mereka akan berdoa di salah satu kelenteng yang ada di Pulau Kemaro. Harapannya dengan berdoa di sana, pernikahan mereka akan menjadi lebih langgeng.

Baca juga: Dongeng tentang Kancil, Rusa, dan Harimau yang Seru Beserta Ulasannya

Sudah Puas Membaca Cerita Legenda Pulau Kemaro dari Palembang di Atas?

Begitulah cerita legenda Pulau Kemaro di Palembang beserta ulasan seputar unsur intrinsik dan fakta menariknya. Sudah puas membacanya, belum?

Kalau belum, langsung saja cek artikel lain di PosKata. Di sini kamu bisa menemukan cerita rakyat Roro Jonggrang, kisah terjadinya Gunung Merapi, asal-usul Danau Toba, dan masih banyak lagi.

TIM DALAM ARTIKEL INI

Penulis
Rizki Adinda

Rizki Adinda, S.Hum, adalah seorang penulis yang lebih banyak menulis kisah fiksi daripada non fiksi. Seorang lulusan Universitas Diponegoro yang banyak menghabiskan waktunya untuk membaca, menonton film, ngebucin Draco Malfoy, atau mendengarkan Mamamoo. Sebelumnya, perempuan yang mengklaim dirinya sebagai seorang Slytherin garis keras ini pernah bekerja sebagai seorang guru Bahasa Inggris untuk anak berusia dua sampai tujuh tahun dan sangat mencintai dunia anak-anak hingga sekarang.

Editor
Nurul Aprilianti

Meski memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, wanita ini tak ragu “nyemplung” di dunia tulis-menulis. Sebelum berkarier sebagai Editor dan Content Writer di Praktis Media, ia pun pernah mengenyam pengalaman di berbagai penjuru dunia maya.

Also Read

Bagikan: