Keunggulan Ekonomi Wisata Sunan Gunung Jati

Gundana

Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ)

Menyediakan berbagai macam BEASISWA, baik dari pemerintah maupun swasta yang telah bekerjasama dengan UGJ dan terdapat beasiswa Yayasan Pendidikan Swadaya Gunung Jati (YPSGJ), BEBAS UANG KULIAH dari semester 1 sd 8 bagi Hafidz 30 Juz serta beasiswa lainnya.

Juga untuk meningkatkan dan mengembangkan kreativitas mahasiswa, UGJ memfasilitasi dengan berbagai macam kegiatan kemahasiswaan, diantaranya Seni dan Budaya, Penalaran dan Keilmuan, Mahasiswa Pecinta Alam, Unit kegiatan keagamaan, olah raga, Menwa, KSR dan masih banyak lagi.

Juga diberikan pengembangan karir bagi mahasiswa dan pelatihan untuk meraih prestasi baik nasional maupun Internasional.

Juga mendukung program Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim, UGJ juga berperan aktif dalam pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam rangka menyiapkan lulusan pendidikan tinggi yang tangguh dalam menghadapi perubahan.Juga melaksanakan pengembangan akademik melalui Student and Lecturer exchange dengan negara-negara yang sudah bekerjasama dengan UGJ.

KOMPAS.com – Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan.

Salah satu faktor kemajuan dari Kesultanan Banten adalah posisinya yang strategis, yaitu di ujung barat Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten.

Ibu kota Kesultanan Banten adalah Surosowan, Banten Lama, Kota Serang.

Kerajaan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada abad ke-16.

Kendati demikian, Sunan Gunung Jati tidak pernah bertindak sebagai raja.

Raja pertama Kesultanan Banten adalah Sultan Maulana Hasanuddin, yang berkuasa antara 1552-1570 M.

Sedangkan masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung ketika pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683 M).

BACA JUGA:   Favorit 17 Foto Wisata Masjid Agung Cimanggis

Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan kekuatan politik dan angkatan perang Banten untuk melawan VOC.

Hal itu pula yang kemudian mendorong Belanda melakukan politik adu domba hingga menjadi salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Banten.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Banten

Sebelum periode Islam, Banten adalah kota penting yang masih dalam kekuasaan Pajajaran.

Pada awalnya, penguasa Pajajaran bermaksud menjalin kerjasama dengan Portugis untuk membantunya dalam menghadapi orang Islam di Jawa Tengah yang telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan Majapahit.

Namun, sebelum Portugis sempat mengambil manfaat dari perjanjian dengan mendirikan pos perdagangan, pelabuhan Banten telah diduduki oleh orang-orang Islam.

Sunan Gunung Jati berhasil menguasai Banten pada 1525-1526 M.

Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir Portugis dari nusantara.

Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera mengambil alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai raja.

Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin.

Sejak saat itu, Sultan Maulana Hasanuddin resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten.

Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Banten

Perkembangan agama Islam dan kehidupan sosial Kerajaan Banten

Setelah menjadi raja, Sultan Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten.

Bahkan Banten mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di nusantara, khususnya di wilayah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan.

Menurut catatan sejarah Banten, sultan yang berkuasa masih keturunan Nabi Muhammad, sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman rakyatnya.

Meski ajaran Islam memengaruhi sebagian besar aspek kehidupan, masyarakatnya telah menjalankan praktik toleransi terhadap pemeluk agama lain.

BACA JUGA:   Wisata Sekitar Sunan Ampel: Menelusuri Keindahan Spiritual Kota Surabaya

Terlebih lagi, banyak orang India, Arab, Cina, Melayu, dan Jawa yang menetap di Banten.

Salah satu bukti toleransi beragama pada masa pemerintahan Kesultanan Banten adalah dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada 1673 M.

Kehidupan sosial masyarakat Banten semakin makmur pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

Sebab, sultan sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya, salah satu caranya dengan menerapkan sistem perdagangan bebas.

Baca juga: Kerajaan Pajajaran: Berdirinya, Raja-raja, Keruntuhan, dan Peninggalan

Sebelum menjadi kesultanan, Banten merupakan penghasil rempah-rempah lada yang menjadi komoditas perdagangan.

Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, hal itu dimanfaatkan untuk mengembangkan Banten menjadi bandar perdagangan yang lebih besar.

Setelah Sultan Maulana Yusuf berkuasa, menggantikan Maulana Hasanuddin, sektor pertanian juga dikembangkan untuk mendukung perekonomian rakyatnya.

Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

Beberapa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten di antaranya, sebagai berikut.

  • Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke bagian selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan
  • Banten dijadikan tempat perdagangan internasional yang memertemukan pedagang lokal dengan pedagang Eropa
  • Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam
  • Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel
  • Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan dari kerajaan lain dan serangan pasukan Eropa

Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia.

Di bawah kekuasaannya, kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat.

Baca juga: Kerajaan Galuh: Berdirinya, Raja-raja, dan Peninggalan

Kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong Belanda melakukan politik adu domba.

Politik adu domba ditujukan kepada Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji, yang kala itu sedang terlibat konflik.

BACA JUGA:   Wisata Ke Masjid Al Aqsa: Explore the Beauty and History of Jerusalem

Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya.

Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada putranya.

Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten.

Meski Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan tersebut disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten.

Sejak saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan rakyat semakin berat.

Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa pemerintahan Sultan Haji dan sultan-sultan setelahnya terus diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang.

Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC berlangsung hingga awal abad ke-19.

Untuk mengatasi hal itu, pada 1809 Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kesultanan Banten.

  • Masjid Agung Banten
  • Masjid Kasunyatan
  • Benteng Keraton Surosowan
  • Masjid Pacinan
  • Benteng Speelwijk

 

Referensi:

  • Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Also Read

Bagikan: